MANAJEMEN KEUANGAN II
MANAJEMEN PIUTANG DAN PERSEDIAAN
MANAJEMEN PIUTANG DAN PERSEDIAAN
Disusunoleh :
1. Mahwiyah (5230014009)
2. Galih Adi Prakoso (5130014010)
3. Hilda Noviana Chori (5130014023)
4. Suhaini (5130014020)
5. M Amirul Fahri Alfaruk (5130014033)
DosenPembimbing :
NINNASI
MUTTAQIN,S.M.B,M.SM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
TAHUN 2016
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB 1
PEMBAHASAN
Kredit Dan Piutang
Ketika perusahaan
menjual barang atau jasa, perusahaan dapat melakukannya secara tunai atau
kredit. Jika penjualan dilakukan secara tunai maka pada saat dilakukan
penjualan perusahaan juga menerima kas, sebaliknya jika penjualan dilakukan
secara kredit, maka perusahaan baru menerima kas beberapa waktu kemudian
setelah dilakukan penjualan, sesuai dengan jangka waktu kredit yang disepakati.
Dengan demikian penjualan secara kredit akan menimbulkan adanya piutang. Piutang
yang dimaksud dalam hal ini adalah piutang dagang.
Ada
beberapa alasan perusahaan melakukan penjualan secara kredit, yaitu untuk
meningkatkan penjualan, perusahaan memiliki kapasitas produksi yang menganggur,
dan alasan persaingan. Penjualan secara kredit menimbulkan biaya dan manfaat
bagi perusahaan. Biaya yang timbul akibat penjualan kredit ada yang bersifat
langsung seperti biaya penagihan piutang dan biaya tidak langsung berupa oppurtunity cost dari dana yang terkait
dalam piutang, serta adanya kerugian akibat adanya piutang yang tidak tertagih.
Sementara itu manfaat yang diperoleh perusahaan dari penjualan secara kredit
adalah berupa peningkatan volume penjualan yang akan mengakibatkan peningkatan
laba.
1.
Komponen Kebijakan Kredit
Jika perusahaan memutuskan untuk
memberikan kredit kepada pelangganya, perusahaan harus menentukan prosedur
untuk memperoleh kredit dan pelunasannya yang dituangkan dalam kebijakan
kredit, yang meliputi hal berikut :
a
Syarat penjualan
Syarat penjualan menentukan bagaiman perusahaan menjual barang atau
jasanya. Apakah dilakukan secara tunai atau kredit. Jika dilakukan secara
kredit, syarat penjualan harus menentukan secara spesifik jangka waktu kredit,
potongan tunai dan periode potongan, serta jenis kredit.
b
Analisis kredit
Dalam pemberian kredit, perusahaan menentukan berapa banyak upaya yang
dilakukan untuk dapat membedakan antara pelanggan yang akan membayar dan
pelanggan yang tidak membayar.
c
Kebijakan penagihan piutang
Setelah kredit diberikan, perusahaan mempunyai masalah yang potensial dalam
pengumpulan kas. Untuk itu, perusahaan harus menentukan kebijakan penagihan
piutang.
2.
Investasi dalam Piutang
Investasi
dalam piutang bagi suatu perusahaan tergantung pada jumlah penjualan kredit dan
rata-rata periode pengumpulan piutang (average
collection period atau APC).
Dengan
demikian investasi perusahaan dalam piutang tergantung pada faktor-faktor yang
memengaruhi penjualan secara kredit dan jangka waktu pengumpulan piutang.
Syarat Penjualan Secara
Kredit
Syarat
penjualan mencakup tiga unsur yang berbeda yaitu : jangka waktu kredit,
potongan tunai dan periode potongan, serta jenis kredit. Dalam satu industri,
syarat penualan biasanya standar, tetapi syarat penjualan dapat sangat berbeda
antar industri yang berbeda.
Sebagai
contoh, syarat penjualan adalah 2/10 net 60. Hal ini berarti pelanggan
mempunyai jangka waktu 60 hari sejak tanggal transaksi dilakukan untuk melunasi
semua utangnya, akan tetapi jika pembayaran dilakukan dalam waktu 10 hari,
pelanggan mendapat potongan tunai sebesar 2%. Apabila pelanggan membeli barang
senilai Rp. 1.000.000 dan syarat penjualan 2/10, net 60, pelanggan mempunyai pilihan
untuk membayar dalam 10 hari sebesar Rp. 1.000.000 x (1-0,02) = Rp. 980.000
atau membayar Rp. 1.000.000 dalam waktu 60 hari.
1.
Jangka waktu Kredit
Jangka
waktu kredit adalah waktu saat penjualan dilakukan sampai dengan pelanggan
harus melunasi semua utangnya. Jangka waktu kredit sangat bervariasi antar
industri, tetapi biasanya antara 30 hari sampai 120 hari. Tanggal nota
(invoice) merupakan awal periode kredit, yang biasanya merupakan tanggal saat
barang dikirim, bukan tanggal saat barang diterima oleh pembeli.
Faktor-faktor
yang memengaruhi jangka waktu kredit yaitu :
1
Jenis barang yang dihasilkan atau dijual. Untuk barang-barang yang tidak
tahan lama atau harus sampai dikonsumen dalam keadaan segar seperti makanan,
jangka waktu kreditnya biasanya lebih pendek dibandingkan bahan yang tahan
lama.
3
Biaya, profitabilitas dan standardisasi. Semakin murah barang semakin
pendek jangka waktu kredit. Demikian juga apabila semakin rendah profitabilitas
dan semakin terstandardisasi suatu barang, semakin pendek jangka waktu kreditnya.
4
Risiko kredit. Semakin besar risiko kredit dari pembeli, semakin pendek
jangka waktu kredit.
5
Besarnya transaksi. Semakin kecil jumlah transaksi, semakin pendek jangka
waktu kreditnya, dan sebaliknya.
6
Persaingan. Semakin ketat persaingan pasar yang dihadapi penjual, jangka
waktu kreditnya semakin panjang, dan sebaliknya.
7
Jenis pelanggan. Penjual dapat menawarkan jangka waktu kredit yang berbeda
untuk pembeli yang berbeda.
2.
Potongan Tunai
Potongan
tunai merupakan bagian dari syarat penjualan yang diberikan kepada pelanggan
yang membayar dalam periode potongan. Hal ini untuk mendorong pelanggan
membayar lebih cepat dari jangka waktu kredit. Potongan tunai akan berdampak
pada berkurangnya jumlah piutang di satu sisi dan perusahaan harus membandingkannya
dengan besarnya biaya potongan disisi yang lain.
3.
Potongan Tunai dan Average Collection
Period (ACP)
Pemberian
potongan tunai akan mendorong pelanggan membayar lebih cepat, hal ini akan
memperpendek jangka waktu piutang, dan jika faktor lainnya tetap, akan
mengurangi investasi dalam piutang.
Sebagai
contoh, saat ini perusahaan mempunyai syarat penjualan net 30 dan ACP selama 30
hari. Jika perusahaan menawarkan syarat penjualan 2/10, net 30, dan sebanyak
50% pelanggan (atas volume pembelian) memanfaatkan kesempatan memperoleh
potongan dan membayar dalam waktu 10 hari, sedangkan sisanya membayar dalam
waktu 30 hari. Berapa ACP setelah perubahan kebijakan kredit tersebut? Jika
penjualan perusahaan sebanyak Rp 15 juta setiap tahun (sebelum potongan), apa
yang terjadi dengan piutang.
Jika
dianggap 50% pelanggan membayar dalam waktu 10 hari, dan sisanya membayar dalam
waktu 30 hari, maka ACP yang baru adalah :
ACP
baru = 0,50 x 10 hari + 0,50 x 30 hari = 20 hari
Dengan demikian ACP mengalami penurunan
dari 30 hari menjadi 20 hari. Rata-rata penjualan per hari adalah Rp 15
juta/365 = Rp 41.096 dan piutang akan berkurang sebesar Rp 41.096 x 10 = Rp
410.960.
4.
Jenis Kredit
Kebanyakan
kredit dagang yang ditawarkan merupakan open
account. Hal ini berarti bukti formal kredit adalah berupa invoice yang dikirim bersamaan dengan
pengiriman barang dan ditandatangani oleh pembeli sebagai bukti barang telah
diterima. Setelah itu penjual dan pembeli mencatat di masing-masing
rekeningnya.
Analisis Kebijakan Kredit
Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan
pemberian kredit. Keputusan pemberian kredit layak dilakukan jika NPV-nya
positif.
1. Efek Kebijakan Kredit
Dalam mengevaluasi kebijakan kredit, ada
lima faktor yang harus dipertimbangkan yaitu :
1. Dampak terhadap penjualan (revenue
effects)
Jika perusahaan memberikan kredit,
akan terjadi penundaan penerimaan kas karena pelanggan memperoleh keuntungan
dari penawaran kredit. Namun demikian perusahaan dapat membebankan harga yang
lebih tinggi jika perusahaan memberikan kredit dan pemberian kredit juga dapat
meningkatkan jumlah barang yang dijual. Sehingga, pemberian kredit diharapkan
dapat meningkatkan penjualan.
2. Dampak terhadap biaya (cost effect)
Selain mengalami penundaan
penerimaan atas penjualan kredit, perusahaan juga segera menanggung biaya atas
penjualan . perusahaan menjual secara tunai atau kredit, perusahaan harus tetap
membeli atau memproduksi barang yang dijual.
3. Biaya atas utang.
Ketika perusahaan memberikan kredit,
perusahaan harus merencanakan pembelanjaan atas piutang yang dihasilkan.
Sebagai konsekuensinya, biaya pinjaman jangka pendek perusahaan menjadi faktor
yang penting dipertimbangkan dalam pemberian kredit.
4. Kemungkinan tidak membayar.
Jika perusahaan menjual secara
kredit, ada kemungkinan sebagian dari pembeli tidak membayar. Hal ini tidak
akan terjadi jika perusahaan menjual secara tunai.
5. Potongan tunai.
Ketika perusahaan menawarkan
potongan tunai sebagai bagian dari syarat kredit, sejumlah pelanggan akan
memilih untuk membayar lebih awal untuk memperoleh potongan.
2.
Mengevaluasi Usulan Kebijakan Kredit
Contoh
perusahaan Lokus, yang mengevaluasi permintaan dari sejumlah pelanggan untuk
mengubah kebijakan kredit sekarang, menjadi net 30 hari. Untuk menganalisis
perlu dijelaskan notasi yang digunakan sebagai berikut :
Keterangan :
|
P
: Harga per unit
|
v
: Biaya variabel per unit
|
Q
: Jumlah unit produk yang dijual per bulan sekarang
|
Q’ : Jumlah unit produk yang dijual pada
kebijakan baru
|
R
: Tingkat keuntungan yang disyaratkan per bulan
|
Untuk
menjelaskan perhitungan NPV akibat perubahan kebijakan kredit perusahaan CITRA
berikut ini adalah informasi terkait dengan perusahaan CITRA :
P : Rp 50
|
v : Rp 20
|
Q : 100
|
Q’ : 110
|
Jika
tingkat keuntungan yang disyaratkan 2% per bulan, apakah perubahan kebijakan
kredit perusahaan CITRA menguntungkan? Perusahaan saat ini bekerja di bawah
kapasitas normal, sehingga peningkatan produksi dan penjualan tidak berdampak
pada biaya tetap.
Penjualan
perusahaan CITRA sekarang setiap bulan = P x Q = Rp. 5.000 dan biaya variabel
setiap bulan adalah = v x Q = Rp 2.000
Arus
kas dari kebijakan lama : (P – v) Q’
:
(Rp 50 – Rp 20) x 100 = Rp 3.000
Jika
perusahaan CITRA mengubah kebijakan kreditnya, menjadi net 30 hari, maka
kuantitas barang yang dijual meningkat menjadi Q’ = 110. Penjualan tiap bulan
menjadi P x Q’ dan biaya variabel menjadi v x Q’. Arus kas kebijakan baru akan
menjadi :
Arus kas dari kebijakan lama = (P - v) Q’
= (Rp 50 – Rp 20) x 110 = Rp 3.300
Icremental arus kas =
(P - v) (Q-Q’)
= (Rp 50 – Rp 20) (110 – 100) = Rp 300
Nilai sekarang dari arus kas incremental adalah :
PV :
{(P - v) (Q’ – Q)}/R
: {(Rp 50 – Rp 20) (110 – 100)}/0,02
:
Rp 300/0,02 = Rp 15.000
3.
Biaya Perubahan Kebijakan Kredit
Ada dua
komponen yang harus dipertimbangkan dalam menghitung biaya dari perubahan
kebijakan kredit : pertama, karena penjualan meningkat dari Q menjadi Q’
perusahaan harus memproduksi lebih banyak yaitu Q’ – Q , dan biaya v(Q’ – Q) =
Rp 20 (110 - 100) = Rp 200. Kedua, penjualan yang dapat dikumpulkan menjadi kas
pada bulan ini berdasarkan kebijakan sekarang = Px Q = Rp 50 x 100 = Rp 5.000
tidak aan bisa dikumpulkan sampai dengan 30 hari kemudian berdasarkan kebijakan
baru.
Biaya perubahan kebijakan = P x Q + v(Q’ –
Q)
4.
Informasi Kredit
Jika
perusahaan membutuhkan informasi kredit atas pelanggan, ada sejumlah sumber
informasi yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan, di antaranya :
1. Laporan keuangan. Perusahaan dapat meminta
perusahaan pelanggan dapat menyediakan laporan keuangannya seperti : neraca,
laporan laba rugi dan sebagainya.
2. Laporan kredit yang berkaitan dengan masa
lalu pelanggan dalam pembayaran kredit dengan perusahaan lain. Berkaitan dengan
informasi ini, memang hanya sedikit perusahaan yang menjual informasi historis
kredit perusahaan, contohnya adalah Dun & Bradstreet.
3. Bank. Bank biasanya memberikan bantuan
kepada perusahaan yang menjadi nasabahnya dalam menyediakan informasi tentang
kredit perusahaan lainnya.
4. Catatan pembayaran perusahaan pelanggan di
masa lalu.
Tidak ada rumus yang pasti untuk menilai
kemungkinan pelanggan tidak membayar, namun demikian ada lima faktor klasik
yang dikenal dengan 5C’s of credit untuk mengetahui kelayakan
pelanggan yang diberikan kredit yaitu :
1. Character, berkaitang
dengan niat pelanggan untuk memenuhi kewajiban.
2. Capacity, berkaitan
dengan kemampuan pelanggan untuk memenuhi kewajibannya sehubungan dengan kredit
yang diterima.
3. Capital, berkaitan
dengan kemampuan pelanggan untuk menyediakan modal sendiri.
4. Collateral, berkaitan
dengan jaminan yang disediakan pelanggan jika gagal memenuhi kewajibannya.
5. Condition , kondisi
ekonomi secara umum yang memengaruhi bisnis pelanggan.
Kebijakan Pengumpulan
Piutang
Kebijakan piutang ini merupakan komponen
terakih dari kebijakan kredit. Hal ini mencakup pemantauan piutang dan oleh
penyebaran atas piutang yang telah jatuh tempo .
1.
Pemantauan Piutang
Agar
pelanggan selalu membayar kewajibannya tepat waktu, kebanyakan perusahaan akan
memantau piutang telah jatuh tempoh. Pertama, perusahaan perlu memperhatikan
ACP dari waktu ke waktu. Jika terjadi peningkatan, ACP perlu mendapatkan
perhatian yang lebih serius dari perusahaan. Kedua, perusahaan dapat menyusun agin schedule, sebagai salah satu alat
untuk memantau piutang. Dalam hal ini piutang dapat diklasifikasikan dalam hal
umur.
Tabel. Aging Schedule
Umur
|
Piutang
|
Presentase Terhadap Total Piutang
|
0 – 10 Hari
|
Rp. 50.000.000.
|
50%
|
11 – 60 Hari
|
Rp. 25.000.000.
|
25%
|
61 – 80 Hari
|
Rp. 20.000.000.
|
20%
|
Lebih Dari 60 Hari
|
Rp. 5.000.000.
|
5%
|
Total
|
Rp. 100.000.000.
|
100%
|
2.
Upaya Pengumpulan Piutang
Dalam upaya pengumpulan piutang,
perusahaan biasanya menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengirim surat pemberitahuan kepada
pelanggan tentang telah jatuh temponya piutang.
2. Perusahaan menghubungi pelanggan melalui
telepon.
3. Menugaskan kepada tenaga penagih untuk
melakukan penagih piutang.
4. Melakukan upaya hukum untuk melakukan
penagihan.
Manajemen Persediaan
1. Jenis Dan Pentingnya Persediaan
Jenis
persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan sangat tergantung pada bidang
usaha dari masing-masing perusahaan. Pada perusahaan manufaktur jenis persediaan
yang dimiliki dapat dikelompokkan menjadi persediaan bahan baku, barang dalam
proses, barang jadi, dan suku cadang sedangkan perusahaan dagang persediaannya
berupa berbagai macam barang dagang.
Persediaan
memungkinkan pihak manajemen perusahaan untuk mengatur kegiatan pengadaan,
produksi, dan penjualan agar lebih fleksibel, memperkecil kemungkinan perusahaan
gagal memenuhi permintaan pelanggan, atau terhentinya proses produksi karena
tidak ada persediaan bahan baku. Dengan mengadakan persediaan perusahaan dapat
memanfaatkan kesempatan untuk memperoleh potongan kuantitas dari pemasok.
Pengadaan persediaan juga dimaksudkan menghindari terjadinya fluktuasi harga
yang meningkat, serta sebagai persediaan pengamanan untuk menghadapi kondisi
yang tidak pasti.
Adanya
persediaan juga mempunyai dampak yang kurang baik bagi perusahaan, yaitu
perusahaan harus menginvestasikan sejumlah dana dalam persediaan, yang mana
persediaan merupakan salah satu unsur aktiva lancar yang likuiditasnya paling
rendah. Selain itu ada kemungkinan persediaan mengalami kerusakan sehingga
nilainya menjadi turun.
Manajemen
persediaan penting untuk mengukur kelancaran produksi dan penjualan. Pengawasan
atas persediaan pada umumnya tidak secara langsung berada di bawah manajer
keuangan tetapi berada di bawah pengawasan manajer produksi atau manajer
pemasaran. Namun demikian, manajer keuangan masih mempunyai kepentingan
terhadap besar kecilnya tingkat persediaan karena manajer keuangan mempunyai
tanggung jawab untuk mengendalikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
profitabilitas perusahaan secara keseluruhan. Di samping itu, manajemen
persediaan mempunyai pengaruh terhadap siklus perputaran kas.
2
Biaya Persediaan
Tujuan manajemen persediaan adalah untuk menyediakan persediaan adalah
untuk menyediakan persediaan yang diperlukan guna menjamin kelangsungan operasi
perusahaan pada tingkat biaya yang minimal. Untuk itu langkah pertama yang
perlu dilakukan oleh manajemen adalah mengidentifikasi semua biaya yang
berkaitan dengan pembelian dan penyimpanan persediaan. Biaya yang berkaitan
dengan persediaan dikelompokkan menjadi :
1. Biaya penyimpanan (carrying costs) yang terdiri atas biaya modal atas dana yang
terkait pada persediaan , biaya penyimpanan dan penanganan persediaan, biaya
asuransi, pajak atas persediaan, penyusutan.
Pada umumnya biaya ini berubah sejalan dengan perubahan jumlah
persediaan rata-rata yang disimpan. Biaya penyimpanan biasanya dinyatakan dalam
persentase tertentu dari nilai persediaan. Total biaya penyimpanan persediaan
dalam satu tahun merupakan presentase biaya penyimpanan persediaan dikali
rata-rata jumlah persediaan. Dengan demikian semakin banyak jumlah persediaan,
semakin besar biaya penyimpanan dan sebaliknya.
2. Biaya pemesanan (ordering cost), yang terdiri atas : biaya pengiriman order, biaya
pengiriman barang, dan penanganannya. Biaya pemesanan jumlahnya tetap pada
setiap kali pemesanan dilakukan. Dengan kata lain total biaya pemesanan
persediaan dalam satu tahun adalah sama dengan biaya pemesanan setiap pesan
dikali frekuensi pemesanan dalam setu tahun. Dengan demikian semakin besar
jumlah persediaan yang di pesan setiap kali pemesanan, frekuensi pemesanan yang harus dilakukan
semakin berkurang, sehingga biaya pemesanan akan semakin kecil dan sebaliknay,
jika semakin kecil jumlah persediaan yang dipesan setiap kali pemesanan,
frekuensi pemesanan yang harus dilakukan semakin bertambah, sehingga biaya
pemesanan semakin besar.
Total biaya
pemesanan dalam satu tahun = F x S/Q
3. Biaya kehabisan persediaan (cost of running short), yang terdiri
dari kerugian penjua, kehilangan goodwill pelanggan, biaya akibat kemacetan
jadwal produksi. Semakin kecil jumlah persediaan semakin besar biaya kehabisan
persediaan, dan sebaliknya dengan asumsi faktor lainnya tetap.
Model Economic Order Quantity
(EOQ) Dalam Manajemen Presediaan
Persediaan
penting bagi perusahaan, tetapi harus dihindari bahwa profitabilitas perusahaan
dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah persediaan yang dimiliki oleh
perusahaan. Masalahnya adalah bagaimana menentukan jumlah persediaan yang
optimal. Salah satu pendekatan yang biasanya digunakan adalah model EOQ (economic order quantity).
EOQ adalah jumlah persediaan yang
harus dipesan dengan biaya yang minimal. Dalam model EOQ biaya persediaan yang
dipertimbangkan adalah biaya penyimpanan persediaan dan biaya penyimpanan
persediaan. Bagaimana hubungan antara biaya penyimpanan dan biaya pemesanan
persediaan dengan jumlah persediaan yang dipesan.
Berdasarkan gambar di atas, pada
saat jumlah pesanan sebesar EOQ, biaya penyimpanan persediaan sama dengan biaya
pemesanan persediaan. Total biaya persediaan sama dengan total biaya
penyimpanan persediaan ditambah total biaya pemesanan persediaan.
Total biaya persediaan (TC) = CP
(Q/2) + F (S/Q) atau
TC =
C x P(Q/2) + FSQ-1
Jika persamaan tersebut
didiferensialterhadap Q dan hasilnya sama dengan nol, maka akan diperoleh Q
yang optimal, yaitu jumlah pesanan dengan total biaya yang minimal atau dikenal
dengan economic order quantity (EOQ).
dT/dQ = CP/2 – FS/Q2 = 0
CP/2 = FS/Q2
Q2CP = 2FS
|
1.
Reoder Point (Titik Pemesanan Kembali)
Pada
tingkat persediaan berapa pemesanan yang harus dilakukan agar barang datang
tepat pada waktunya disebut dengan reorder
point (ROP). Reorder point dapat
ditentukan dengan cara sebagai berikut :
ROP
= Lt x Q
Keterangan
:
ROP = reorder
point
Lt
= lead
time (hari, minggu, atau bulan)
Q = pemakain rata-rata (per hari, per
minggu, atau per bulan)
Model
EOQ dapat dioperasionalkan dengan asumsi sebagai berikut :
a. jumlah penjualan ataukebutuhan persediaan
dalam satu periode dapat diketahui dengan pasti
b. biaya penyimpanan per unit per periode
tetap
c. biaya pemesanan untuk setiap kali pesan
tetap
d. harga per satuan barang tetap berapun
jumlah yang dipesan
e. barang yang dipesan datang pada saat yang
sama sekaligus
f. barang
yang dibutuhkan harus selalu tersedia dipasar
Sebagai contoh, perusahaan Nasional membutuhkan persediaan
sebanyak 3.600 unit setiap tahun, bahan baku tersebut diperoleh secara impor
dengan harga USD 40 per unit. Biaya penyimpanan sebesar 25% per tahun dari
harga beli persediaan. Biaya pemesanan variabel sebesar USD 125 per pesanan.
Berdasarkan informasi tersebut, besarnya
jumlah pesanan ekonomis adalah ;
= 300 unit per pesanan
|
Frekuensi
pemasanan dalam satu tahun = S/EOQ atau 3.600/300 = 12 kali. Jika suatu tahun
360 hari, maka pemesanan dilakukan setaip 30 hari (360/12).
Total
biaya persediaan pada jumlah pemesan yang ekonomi (EOQ) adalah :
TC =
(0,25)(USD40)(300/2) + (USD125)(3.600/3000)
= USD1.500 + USD1.500
= USD3.000
|
Jika
perusahaan membutuhkan waktu delapan hari untuk melakukan pemesanan sampai
persediaan yang dipesan diterima diperusahaan, dan agar perusahaan tidak
kehabisan persediaan, maka perusahaan sudah harus melakukan pemesanan kembali
ketika jumlah persediaan mencapai 80 unit, dengan kata lain reorder point = pemakaian persediaan per
hari x lead time
ROP = Q X
Lt
= 300/30 x 8
= 80 unit
2.
EOQ dan Reorder point
Contoh, dalam kondisi yang bersifat pasti,
ketika pesanan datang, jumlah persediaan di perusahaan adalah sama dengan
jumlah pesanan yang ekonomis (EOQ), yaitu sebanyak 300. Unit. Persediaan
tersebut digunakan setiap hari sehingga jumlahnya akan semakin berkurang, dan
ketika persediaan mencapai ROP, yaitu sebanyak 80 unit, perusahaan harus
melakukan pemesanan kembali sebanyak EOQ. Pemesanan harus dilakukan sebelum
persediaan, habis karena perusahaan harus memiliki persediaan untuk memperkecil
resiko kehabisan persediaan, dan dibutuhkan waktu untuk melakukan pemesanan
sampai barang yang dipesan tiba di perusahaan. Dengan asumsi jangka waktu
pemesanan (lead time) dan pemakaian
persediaan adalah pasti, maka pesanan persediaan akan datang tepat ketika
jumlah persediaan di perusahaan sudah habis atau nol. Hal yang sama akan
terulang kembali setiap 30 hari. Karena dalam satu tahun perusahaan melakukan
pemesanan untuk memenuhi kebutuhan persediaan sebanyak 12 kali.
3.
Model EOQ dan Kondisi yang Tidak Pasti
Sebagaimana
telah dikemukakan bahwa model EOQ hanya dapat diterapkan dalam kondisi yang
bersifat pasti, namun dalam kondisi yang bersifat tidak pasti model EOQ hanya
dapat diterapkan dengan didukung oleh persediaan pengamanan (safety stock). Kondisi tidak pasti yang dihadapi
perusahaan terkait dengan jumlah pemakaian persediaan yang tidak tetap dalam
sutu periode waktu tertentu atau ketidak pastian jangka waktu pemesanan (lead time).
Persediaan
pengamanan diperlukan ketika pemakaian persediaan lebih besar dari yang direncanakan,
atau jangka waktu pemesanan lebih lama dari waktu yang diperkirakan. Jika salah
satu atau kedua hal tersebut terjadi pada perusahaan yang menerapkan model EOQ.
Maka perusahaan akan mengalami kehabisan persediaan (stock out).
Perusahaan
yang mengalami kehabisan persediaan dapat disebabkan oleh permintaan atau
penggunaan persediaan yang lebih besar daripada yang direncanakan, sehingga
persediaan yang ada sudah habis sementara pesanan persediaan belum tiba.
Disamping itu kehabisan persediaan juga dapat terjadi karena jangka waktu
pesanan persediaan yang lebih lama dari yang direncanakan atau pesanan yang
datang terlambat. Karena perusahaan tidak memiliki persediaan pengaman,
perusahaan akan mengalami kehabisan persediaan dan hal ini dapat mengganggu
kelancaran operasi perusahaan.
Untuk
mengurangi terjadinya resiko kehabisan persediaan, perusahaan perlu mengadakan
persediaan pengaman. Dampaknya bagi perusahaan adalah jumlah persediaan yang
harus dipertahankan menjadi lebih besar. Adanya persediaan pengaman, total
biaya persediaan juga akan mengalami peningkatan.
DAFTAR PUSTAKA
I
Made Sudana. 2011.Manajemen keuangan
perusahaan teori dan praktik.Erlangga,Jakarta.
https://scholar.google.co.id/scholar?q=account+receivable.+pdf&btnG=&hl=id&as_sdt=0%2c5 , acessed on Friday, April 1, 2016, 4 PM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar